header

- See more at: http://www.fathurrizqi.com/2013/09/membuat-slideshow-headline-news-blog.html#sthash.yZzLRfk1.dpuf

Rabu, 20 Agustus 2014

Tadabur Cinta dari Ciremay, Sang Atap Tanah Pasundan

catatan pendakian Gunung Ciremay bagian I

Visualisasi spektakuler karya Sang Kholiq, Alloh Swt. ternikmati sudah di akhir 2011 M. Titik tertinggi ranah Pasundan berhasil kami pijak, dengan segala kerendahan hati dan perjuangan yang terkonversi menjadi kenikmatan yang luar biasa. Sedikit kisah perjalanan ini saya coba tuliskan lewat coretan sederhana, spesial buat senior-seniorku atas bantuan dan bimbingannya. Enjoy J



Desember 2011, bukan rencana perayaan tahun baru yang memang tak ada faedahya sama sekali buatku, tapi keinginan yang besar atas ajakan sahabatku kang Wisnu untuk kembali mendaki, kali ini ke Gunung Ceremay, salah satu tiang kokoh planet bumi. Sebuah ajakan yang amat menggiurkan dan aneh untuk ditolak begitu saja, setelah berpuasa hampir 3 tahun, ini kesempatan dan belum tentu ada lagi di waktu mendatang. Yang menjadi masalah buatku adalah, tugas-tugas musiman akhir tahun yang lumayan berjibun dari sekolah tengah meminta untuk diselesaikan. Dengan ini keputusan untuk ikut baru aku dapat sehari sebelum hari pemberangkatan. Akibatnya, kendati keputusannya berangkat, resikonya tentu saja persiapan yang belepotan (dimana akan terasa di perjalan  nanti).

Cekidot, kamis, Desember 2011, kami berkumpul di terminal Banjar Patroman. 6 personil berkumpul. Kang Wisnu, dua menara kembar, Kang Dany dan Kang Slay, the solincer Kang olay, dan pendatang baru, Udo Firman. Di kepala kami, aku menganggapnya begitu, hanya ada refresing dan anti akan rutinitas sehari-hari yang sering memekakkan otak. Time is penyegaran gan.




Ransel tersangkut dipunggung, uang berkumpul di dompet, dan lets go, dengan mobil  carteran, kami melaju pasti menuju Kabupaten Kuningan, tempat sang Gunung tinggal. Ceremay, we are coming J. NB: jalan menuju Ciremay melewati Waduk Darma. Cuma sayang, cekungan air buatan itu tidak bisa kami nikmati full, sebabnya tempat itu sudah dijadikan objek wisata “beneran”, hingga tidak gratis untuk menikmatinya, kendati dari jalan sekalipun. Otomatis jalan umum pun digeser menjauh dari sang waduk. But its OK, memang dalam sistem sekarang apapun harus “dimanfaatkan”. :D

Menjelang Ashar kami tiba di Palutungan, salah satu gerbang pendakian Gunung Ciremay. Hawa sejuk dan menenangkan hati membuat kelelahan dijalan bablas. Wow, cuaca yang kontras dengan Kota Banjar yang puanas. Then, kami singgah di sebuah warung yang secara hasil aklamasi menjadi peraduan para pendaki yang memilih jalur Palutungan. Kami rest memulihkan badan, tak lupa makan!!! yang selain tuntutan jasmani yang musti dipenuhi, pun untuk amunisi energi di awal perjalan panjang dan yang akan melelahkan ini. (tak lucu kan balik lagi, atau menyerah sebelum sampai di POS Cigowong, ape kate anak-anak Pramuka brow :-).

Setelah Shalat Ashar, kewajiban yang mustahil ditinggalkan, kami sepakat memulai perjalanan. Aku putuskan diadakan pergantian perlengkapan,
MASUK = sandal talincang (modal pinjem dari mang Uda),
KELUAR = sepatu junggle warisan kang Olay (bukan apa-apa gan, sepatunya kesempitan).
Dengan berdoa bersama+membulatkan tekad dan kebijaksanaan dalam mendaki, meniatkan diri untuk Tadabur, kaki kami melangkah damai di kaki Sang Ceremay.

Bila aku perhatikan, alam sekitar jalur pendakian Ceremay hampir mirip dengan Gunung Slamet (my opinion). Diawali ladang-ladang penduduk, lalu disambung semak belukar, sampai hutan homogen pinus. Selain itu ada kesamaan yang lain, dan ini pasti semua pendaki akan bilang setuju. Apa itu?
CAPEK, NAFAS TERENGAH, DAN AMBIL AIR ! . Benul khan???? J
Justru itulah salah satu kenikmatan pendakian, yang belum tentu di dapat dari hobi-hobi lain (semacam mancing misalnya : just kidding ya buat para mancing mania, :D).

Semakin jauh kami melangkah masuk ketubung sang gunung, hutan hujan tropis sudah kami nikmati, udara semakin dingin, dan petang semakin merangkul keringat-keringat kami yang mendingin, memberi sinyal bahwa kami semakin dalam meninggalkan peradaban.
Dan inilah saudara-saudara, seperti yang diperkirakan sebelumnya, yupz HUJANNN!!! Hujan mulai menyapa dan semakin jelas menyambut kami. Tak ada jalan lain, ambil perlengkapan tempur pelindung dari air langit untuk melindungi barang-barang dan tentu badan kami dari kedinginan yang bisa merapuhkan pilar-pilar energi dan semangat kami. Tapi apapun itu HUJAN adalah REZEKI, ALHAMDULILLAH.
Lanjut ke TKP bray, ditengah kerapatan air hujan yang membawa dingin, hutan hujan tropis sudah memperlihatkan badan aslinya, badan utuhnya. Cukup bagus kondisi hutan di gunung ini, menurut hematku. Semoga ini terus terjaga, tentu berharap kepada para pendaki dan pengelola wilayah ini.

Finally, di tengah kegelapan malam, kami sampai POS 1, Ci Gowong. Sebuah bangunan selter sebagai gerbang lokasi ideal untuk bermalam. Ada lumayan banyak pendaki yang ternyata telah lebih dahulu sampai dan mondok disini. Waktu Maghrib telah hampir habis rasanya (tak ada jam berdentang di hutan ini J). So, niatkan jama Takhir dengan Isya. Aku bertugas menunggu barang-barang di POS shelter sembari sobat-sobat lain mencari lokasi buat mendirikan dua tenda. Udara dingin, memang benar-benar serius mengelitik pori-poriku, kaos kaki lapis dua sudah meronta-ronta ingin lepas dari kakiku, dan celana gunung yang terasa semakin berat setelah menampung air hujan di antara serat-seratnya. Tapi ini pengalaman awal buat sang petualang. Ngeluh??? Tidak !!!. (padahal pengen cepat-cepat istirahat nyaman).

Finish, tenda sudah berdiri, tinggal ganti kostum, merangkai sarang senyaman mungkin, sleeping bag hingga minuman hangat, balas dendam kepada udara yang menusuk. Wuih, memang benar puncak kenikmatan itu akan bisa dirasakan setelah menyelesaikan sebuah perjuangan sebelumnya. Oke, enjoylah, Ci Gowong, selamat malam. Bismika Allahumma ahya wa Bismika amut. Aamiin.



Pagi hari setelah semuanya siap, perjalanan kembali dilanjutkan. Semangat tetap melimpah, dan itulah kekuatan besar yang mampu singkirkan kelelahan fisik yang mulai lembut menggerogoti. Asli gan, kelelahan bisa dikalahkan oleh tekad dan keyakinan. Puncak-puncak dan puncak, luluh lantahkan semua penghambat pendakian.

Turun naik, dengan trek yang super lumayan seakan-akan mencengkram kaki-kaki ku untuk “sudahlah berhenti dulu”, tapi pemandangan dan keasrian alam Ciremay bungkan bisikan palsu itu. Pangguyangan Badak, pos selanjutkan. 1.800 MDPL. Puncak masih 4,5 Km lagi !!! tapi selalu ada “puncak Ceremay” dibenakku, so semuanya kuanggap dekat kendati faktanya masih jauh. J



Lanjut perjalanan, semuanya masih baik-baik saja, pos selanjutnya bersiapkan kami datang membawa perdamaian. Jalur yang aduhai harus kami lalui, pohon betumbangan menjadi “potral alami” yang mau tidak mau sedikit membuat kami lebih serius. Merunduk, mengolong, memanjat batang roboh. Asik tanpa tapi. Dan ini dia pos “Tanjakan Asoy” yang memang benar-benar asoy menguras tenaga dan mental pendaki. Tapi setelah berhasil ditaklukan, sang tanjakan justru memberi energi dan semangat yang berlipat dari sebelumnya. Korbankan satu tenaga untuk dapatkan dua motivasi. Begitulah kira-kira filosofisnya. Thank tanjakan Asoy



Selepas Tanjakan Asoy, ujian sesungguhnya dimulai, khususnya untukku. Hujan datang, mengeroyok badan-badan kami yang letih sehingga semuanya menjadi lebih berat. Udara dingin yang dibawa air hujan mulai menusuk-nusuk tubuhku dan sedikit mengoyahkan mentalku. Aku mulai menggigi kedinginan dibalik efek keringat yang tersingkirkan. Sampai disini, sejauh ini, semuanya masih baik dan aman. Kaki terus menyusuri tubuh Ceremay merayap pasti mendekati mahkota pasundan, terasa lebih berat langkah ini. Hingga akhirnya kami menyerah dengan hujan yang semakin deras. Kami break sejenak, membuat tenda darurat. Air hujan terlalu menyilaukan langkah kami. Reda hujan kami tunggu dengan setia di tenda tersebut, ditemani cemilan ringan, rekan-rekanku seperti biasa menghisap rokok hasilkan asap.

Syukurlah hujan seperti mengerti kepada kami, ia berhenti turun dan seakan mempersilahkan kami untuk melanjutkan petualangan cinta damai ini. Kendati hujan telah berlalu, namun efek kejut untukku karenanya masih ada. Ya aku kedinginan, mulai menggigil dan badan lebih lelalh dari seharusnya. Semua itu tiada lain karena kecerobohanku sendiri (karena persiapan yang apa adanya). Aku tak membawa bekal pakaian yang lebih yang sangat berguna untuk kondisi seperti ini, akibatnya pakaianku sangat terbatas, hingga terpaksa memakai pakaian basah yang sangat tidak ideal untuk keadaan yang tak terbayangkan oleh sebelumnya.

bersambung ................................. J




Tidak ada komentar:

Posting Komentar