catatan pendakian Gunung Ciremay bagian I
Visualisasi
spektakuler karya Sang Kholiq, Alloh Swt. ternikmati sudah di akhir 2011 M.
Titik tertinggi ranah Pasundan berhasil kami pijak, dengan segala kerendahan
hati dan perjuangan yang terkonversi menjadi kenikmatan yang luar biasa. Sedikit
kisah perjalanan ini saya coba tuliskan lewat coretan sederhana, spesial buat
senior-seniorku atas bantuan dan bimbingannya. Enjoy J
Desember
2011, bukan rencana perayaan tahun baru yang memang tak ada faedahya sama sekali
buatku, tapi keinginan yang besar atas ajakan sahabatku kang Wisnu untuk
kembali mendaki, kali ini ke Gunung Ceremay, salah satu tiang kokoh planet
bumi. Sebuah ajakan yang amat menggiurkan dan aneh untuk ditolak begitu saja,
setelah berpuasa hampir 3 tahun, ini kesempatan dan belum tentu ada lagi di
waktu mendatang. Yang menjadi masalah buatku adalah, tugas-tugas musiman akhir
tahun yang lumayan berjibun dari sekolah tengah meminta untuk diselesaikan.
Dengan ini keputusan untuk ikut baru aku dapat sehari sebelum hari
pemberangkatan. Akibatnya, kendati keputusannya berangkat, resikonya tentu saja
persiapan yang belepotan (dimana akan terasa di perjalan nanti).
Cekidot,
kamis, Desember 2011, kami berkumpul di terminal Banjar Patroman. 6 personil
berkumpul. Kang Wisnu, dua menara kembar, Kang Dany dan Kang Slay, the solincer
Kang olay, dan pendatang baru, Udo Firman. Di kepala kami, aku menganggapnya
begitu, hanya ada refresing dan anti akan rutinitas sehari-hari yang sering
memekakkan otak. Time is penyegaran gan.
Ransel
tersangkut dipunggung, uang berkumpul di dompet, dan lets go, dengan mobil carteran, kami melaju pasti menuju Kabupaten
Kuningan, tempat sang Gunung tinggal. Ceremay, we are coming J. NB: jalan menuju
Ciremay melewati Waduk Darma. Cuma sayang, cekungan air buatan itu tidak bisa
kami nikmati full, sebabnya tempat itu sudah dijadikan objek wisata “beneran”,
hingga tidak gratis untuk menikmatinya, kendati dari jalan sekalipun. Otomatis
jalan umum pun digeser menjauh dari sang waduk. But its OK, memang dalam sistem
sekarang apapun harus “dimanfaatkan”. :D
Menjelang
Ashar kami tiba di Palutungan, salah satu gerbang pendakian Gunung Ciremay.
Hawa sejuk dan menenangkan hati membuat kelelahan dijalan bablas. Wow, cuaca
yang kontras dengan Kota Banjar yang puanas. Then, kami singgah di sebuah
warung yang secara hasil aklamasi menjadi peraduan para pendaki yang memilih
jalur Palutungan. Kami rest memulihkan badan, tak lupa makan!!! yang selain
tuntutan jasmani yang musti dipenuhi, pun untuk amunisi energi di awal perjalan
panjang dan yang akan melelahkan ini. (tak lucu kan balik lagi, atau menyerah
sebelum sampai di POS Cigowong, ape kate anak-anak Pramuka brow :-).
Setelah Shalat
Ashar, kewajiban yang mustahil ditinggalkan, kami sepakat memulai perjalanan.
Aku putuskan diadakan pergantian perlengkapan,
MASUK =
sandal talincang (modal pinjem dari mang Uda),
KELUAR =
sepatu junggle warisan kang Olay (bukan apa-apa gan, sepatunya kesempitan).
Dengan berdoa
bersama+membulatkan tekad dan kebijaksanaan dalam mendaki, meniatkan diri untuk
Tadabur, kaki kami melangkah damai di kaki Sang Ceremay.
Bila aku
perhatikan, alam sekitar jalur pendakian Ceremay hampir mirip dengan Gunung
Slamet (my opinion). Diawali ladang-ladang penduduk, lalu disambung semak
belukar, sampai hutan homogen pinus. Selain itu ada kesamaan yang lain, dan ini
pasti semua pendaki akan bilang setuju. Apa itu?
CAPEK, NAFAS
TERENGAH, DAN AMBIL AIR ! . Benul khan???? J
Justru itulah
salah satu kenikmatan pendakian, yang belum tentu di dapat dari hobi-hobi lain (semacam
mancing misalnya : just kidding ya buat para mancing mania, :D).
Semakin jauh
kami melangkah masuk ketubung sang gunung, hutan hujan tropis sudah kami nikmati,
udara semakin dingin, dan petang semakin merangkul keringat-keringat kami yang
mendingin, memberi sinyal bahwa kami semakin dalam meninggalkan peradaban.
Dan inilah
saudara-saudara, seperti yang diperkirakan sebelumnya, yupz HUJANNN!!! Hujan
mulai menyapa dan semakin jelas menyambut kami. Tak ada jalan lain, ambil
perlengkapan tempur pelindung dari air langit untuk melindungi barang-barang
dan tentu badan kami dari kedinginan yang bisa merapuhkan pilar-pilar energi
dan semangat kami. Tapi apapun itu HUJAN adalah REZEKI, ALHAMDULILLAH.
Lanjut ke TKP
bray, ditengah kerapatan air hujan yang membawa dingin, hutan hujan tropis
sudah memperlihatkan badan aslinya, badan utuhnya. Cukup bagus kondisi hutan di
gunung ini, menurut hematku. Semoga ini terus terjaga, tentu berharap kepada
para pendaki dan pengelola wilayah ini.
Finally, di
tengah kegelapan malam, kami sampai POS 1, Ci Gowong. Sebuah bangunan selter
sebagai gerbang lokasi ideal untuk bermalam. Ada lumayan banyak pendaki yang
ternyata telah lebih dahulu sampai dan mondok disini. Waktu Maghrib telah
hampir habis rasanya (tak ada jam berdentang di hutan ini J). So, niatkan jama
Takhir dengan Isya. Aku bertugas menunggu barang-barang di POS shelter sembari
sobat-sobat lain mencari lokasi buat mendirikan dua tenda. Udara dingin, memang
benar-benar serius mengelitik pori-poriku, kaos kaki lapis dua sudah meronta-ronta
ingin lepas dari kakiku, dan celana gunung yang terasa semakin berat setelah
menampung air hujan di antara serat-seratnya. Tapi ini pengalaman awal buat
sang petualang. Ngeluh??? Tidak !!!. (padahal pengen cepat-cepat istirahat
nyaman).
Finish, tenda
sudah berdiri, tinggal ganti kostum, merangkai sarang senyaman mungkin,
sleeping bag hingga minuman hangat, balas dendam kepada udara yang menusuk.
Wuih, memang benar puncak kenikmatan itu akan bisa dirasakan setelah menyelesaikan
sebuah perjuangan sebelumnya. Oke, enjoylah, Ci Gowong, selamat malam. Bismika
Allahumma ahya wa Bismika amut. Aamiin.
Pagi hari
setelah semuanya siap, perjalanan kembali dilanjutkan. Semangat tetap melimpah,
dan itulah kekuatan besar yang mampu singkirkan kelelahan fisik yang mulai
lembut menggerogoti. Asli gan, kelelahan bisa dikalahkan oleh tekad dan
keyakinan. Puncak-puncak dan puncak, luluh lantahkan semua penghambat
pendakian.
Turun naik,
dengan trek yang super lumayan seakan-akan mencengkram kaki-kaki ku untuk
“sudahlah berhenti dulu”, tapi pemandangan dan keasrian alam Ciremay bungkan
bisikan palsu itu. Pangguyangan Badak, pos selanjutkan. 1.800 MDPL. Puncak
masih 4,5 Km lagi !!! tapi selalu ada “puncak Ceremay” dibenakku, so semuanya
kuanggap dekat kendati faktanya masih jauh. J
Lanjut
perjalanan, semuanya masih baik-baik saja, pos selanjutnya bersiapkan kami
datang membawa perdamaian. Jalur yang aduhai harus kami lalui, pohon
betumbangan menjadi “potral alami” yang mau tidak mau sedikit membuat kami
lebih serius. Merunduk, mengolong, memanjat batang roboh. Asik tanpa tapi. Dan
ini dia pos “Tanjakan Asoy” yang memang benar-benar asoy menguras tenaga dan
mental pendaki. Tapi setelah berhasil ditaklukan, sang tanjakan justru memberi
energi dan semangat yang berlipat dari sebelumnya. Korbankan satu tenaga untuk
dapatkan dua motivasi. Begitulah kira-kira filosofisnya. Thank tanjakan Asoy
Selepas
Tanjakan Asoy, ujian sesungguhnya dimulai, khususnya untukku. Hujan datang,
mengeroyok badan-badan kami yang letih sehingga semuanya menjadi lebih berat.
Udara dingin yang dibawa air hujan mulai menusuk-nusuk tubuhku dan sedikit
mengoyahkan mentalku. Aku mulai menggigi kedinginan dibalik efek keringat yang
tersingkirkan. Sampai disini, sejauh ini, semuanya masih baik dan aman. Kaki
terus menyusuri tubuh Ceremay merayap pasti mendekati mahkota pasundan, terasa
lebih berat langkah ini. Hingga akhirnya kami menyerah dengan hujan yang
semakin deras. Kami break sejenak, membuat tenda darurat. Air hujan terlalu
menyilaukan langkah kami. Reda hujan kami tunggu dengan setia di tenda
tersebut, ditemani cemilan ringan, rekan-rekanku seperti biasa menghisap rokok
hasilkan asap.
Syukurlah
hujan seperti mengerti kepada kami, ia berhenti turun dan seakan mempersilahkan
kami untuk melanjutkan petualangan cinta damai ini. Kendati hujan telah
berlalu, namun efek kejut untukku karenanya masih ada. Ya aku kedinginan, mulai
menggigil dan badan lebih lelalh dari seharusnya. Semua itu tiada lain karena
kecerobohanku sendiri (karena persiapan yang apa adanya). Aku tak membawa bekal
pakaian yang lebih yang sangat berguna untuk kondisi seperti ini, akibatnya
pakaianku sangat terbatas, hingga terpaksa memakai pakaian basah yang sangat
tidak ideal untuk keadaan yang tak terbayangkan oleh sebelumnya.
bersambung
................................. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar